SANTRIDIGITAL.ID, Imam al-Ghazali: Sang Argumentator Islam – Kita mengenal Imam al-Ghazali sebagai salah satu sarjana Islam yang kemampuan intelektualnya tidak diragukan lagi.

Beliau adalah Sang Argumentator Islam, di mana argumen-argumennya sering kali membela eksistensi nilai ajaran Islam di tengah gempuran ideologi non-Islam.

Imam al-Ghazali: Sang Argumentator Islam

Mengenal Mahakarya Imam al-Ghazali Sang Argumentator Islam

Imam al-Ghazali hidup sekitar abad ke-11 Masehi. Pada masa itu, banyak cendekiawan Muslim yang terpengaruh oleh filsafat Yunani Kuno. Mereka terpukau dengan gagasan-gagasan tokoh masa lalu seperti Sokrates, Epicurus, Plato, dan Aristoteles.

Akibatnya, beberapa di antaranya meremehkan syiar Islam dan ada yang mengaku berlepas diri dari ikatan agama. Imam al-Ghazali pun menelaah secara serius kajian filsafat tersebut.

Menjaga Nilai-nilai Islam

Secara dasar, argumen yang ditawarkan oleh pencetus ilmu filsafat sering kali bertentangan dengan konsep dasar dalam agama Islam.

Oleh karena itu, Imam al-Ghazali berusaha untuk menghidupkan kembali nilai-nilai ajaran Islam yang selama ini dipegang dan diaplikasikan oleh umat Muslim.

Usaha ini membuat beliau dikenal sebagai Argumentator atau Pembela Islam, yang menentang ajaran dan ideologi yang bertentangan dengan Islam.

Lahirnya Mahakarya

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali adalah menulis buku. Mahakarya bernama Ihya Ulumiddin lahir di tengah-tengah usaha beliau menghidupkan kembali nilai ajaran Islam di tengah gempuran filsafat Yunani Kuno. Pada zaman itu, masyarakat sudah terlena dengan kehidupan dunia, sehingga lupa akan nilai ajaran agama Islam.

Imam al-Ghazali memutuskan untuk mengasingkan diri dan menjauh dari keramaian. Di tengah pengasingan, beliau berpikir keras dan menyadari bahwa kehidupan masyarakat sudah banyak yang melenceng dari ajaran Islam. Dengan kepekaan beliau terhadap kondisi masyarakat, mahakarya Ihya Ulumiddin pun lahir.

Pembukaan Ihya Ulumiddin

Buku Ihya Ulumiddin sudah dikenal oleh masyarakat dunia, terutama Muslim. Dalam pembukaannya, Imam al-Ghazali menuturkan bahwa kondisi ulama saat itu jauh dari nilai-nilai keagamaan.

Beberapa ulama mereduksi penafsiran tentang ilmu agama untuk melegitimasi kekuasaan.

1. Fatwa Halal atau Haram

Ulama mengatakan bahwa ilmu agama adalah soal fatwa halal atau haram, dan yang memiliki otoritas fatwa negara hanya ulama.

2. Debat Keagamaan

Siapa kah orangnya yang bisa memenangkan debat keagamaan, dialah yang lebih dikatakan alim dan dinilai unggul.

3. Retorika

Orang yang mampu beretorika dengan bahasa indah dan mempengaruhi, dialah sosok ulama.

Sistematika Penyusunan Ihya Ulumiddin

Dalam pembukaan, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa Ihya Ulumiddin disusun dengan empat bagian:

Bagian Pertama: Berisi kajian ibadah, membahas rahasia-rahasia di balik syariat ibadah, seperti salat, serta adab dan etika. Imam al-Ghazali menyoroti bahwa keterangan ini sering dilupakan dalam kajian ilmu Fikih.

Bagian Kedua: Membahas kebiasaan-kebiasaan masyarakat, seperti jual beli, menikah, dan bekerja. Imam al-Ghazali menawarkan kajian tentang rahasia di balik aktivitas sehari-hari, serta adab dan etika.

Bagian Ketiga: Mengulas akhlak tercela yang bisa membuat pelakunya terjerumus dalam ketidakbahagiaan. Definisi dan hakikat akhlak tercela serta solusi solutif untuk menghindarinya disampaikan secara mendetail.

Bagian Keempat: Berisi akhlak terpuji yang dianjurkan syariat. Tanda, ciri-ciri, dan hakikat akhlak terpuji dijelaskan dengan jelas dan mudah dipahami.

Keistimewaan Ihya Ulumiddin

Imam al-Ghazali menuturkan bahwa meskipun sudah banyak ulama yang membahas topik serupa, Ihya Ulumiddin memiliki beberapa keistimewaan:

Penguraian Detail: Makna yang diuraikan sangat detail dan jelas, berbeda dengan karangan lain yang masih global atau samar.

Penyusunan Sistematis: Imam al-Ghazali mengumpulkan dan menyusun kembali keterangan-keterangan yang berserakan menjadi lebih sistematis.

Penjelasan Ringkas: Penjelasan ringkas namun mencakup semua penjelasan yang pernah diupayakan oleh banyak sarjana Islam.

Ketelitian Informasi: Imam al-Ghazali sangat teliti dalam menyaring informasi dan keterangan dari ulama zaman itu.

Upaya Peningkatan Pemahaman: Imam al-Ghazali berusaha keras untuk memberikan keterangan yang mudah dipahami.

Masa Paripurna

Di akhir hayatnya, Imam al-Ghazali merasa cukup bahagia. Usahanya dalam menghidupkan kembali nilai ajaran Islam terbilang sukses.

Banyak karya dari tangan emas beliau memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan masyarakat Muslim. Untuk beliau, al-Fatihah!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan