SANTRIDIGITAL.ID, Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an Yang Pertama Setelah Wafatnya Rasulullah  211; Upaya kodifikasi Al-Qur’an dilakukan pada masa Rasulullah SAW., dan pada masa khulafaur Rasyidin.

Setiap upaya dalam kodifikasi Al-Qur’an memiliki ciri khas dan keistimewaan masing-masing, kodifikasi pertama dilakukan pada masa khalifah Abu Bakar.

Adapun penulisan Al-Qur’an dilakukan pada masa nabi Muhammad saw., dengan cara menghafal, mencatat, serta menyusun urutan wahyu ayat dan surah dalam mushaf sesuai petunjuk langsung dari Rasulullah SAW.

Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an Yang Pertama Setelah Wafatnya Rasulullah

25719" data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true"> 824 size-full" src="https://santridigital.id/wp-content/uploads/2024/07/Sejarah-Kodifikasi-Al-Quran-Yang-Pertama-Setelah-Wafatnya-Rasulullah.png" alt="Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an Yang Pertama Setelah Wafatnya Rasulullah" width="1280" height="720" />

Setelah wafatnya Rasulullah kepemimpinan umat Islam beralih kepada sahabat Abu Bakar As-Shiddiq. Di bawah kepemimpinan sang khalifah pertama, muncul tantangan sosial dan politik yang luar biasa hebatnya.

Salah satu problem terbesar yang dihadapi Khalifah Abu Bakar adalah peperangan sengit antara para sahabat dan kelompok murtad dari beberapa suku Arab pengikut Musailamah Al-Kadzab di Yamamah, sehingga perang ini disebut dengan perang Yamamah.

Ketika perang Yamamah berlangsung dengan sengit dan menyebabkan banyaknya para sahabat ahli Al-Qur’an yang gugur dalam peperangan tersebut. Jumlah sahabat yang gugur yaitu mencapai 70 sahabat, hal ini membuat kekhawatiran atau kerasahan umat Islam.

Sehingga sahabat khalifah Umar bin Khatab menemui khalifah Abu Bakar, ia merekomendasikan kepada khalifah Abu Bakar guna melakukan kodifikasi terhadap Al-Qur’an karena khawatir dengan banyaknya sahabat ahli Al-Qur’an yang gugur sehingga menyebabkan musnahnya Al-Qur’an.

Awalnya, Khalifah Abu Bakar merasa bingung dan ragu terhadap usulan Khalifah Umar bin Khatab. Namun, setelah Umar berhasil meyakinkannya dengan menjelaskan manfaat besar dari usulan tersebut, pikiran dan hati Abu Bakar pun terbuka.

Kemudian memanggil sahabat yaitu Zaid bin Tsabit untuk mengidifikasi Al-Qur’an dalam sebuah mushaf. Dalam salah satu riwayat Bukhari bahwa Zaid bin Tsabit bimbang dan ragu tetapi kemudian hgati dan pikirannya terbuka.

Dalam sebuah riwayat panjang, Zaid bin Tsabit menceritakan perjalanannya dalam menunaikan amanah tersebut, “Abu Bakar memberitahuku tentang para syuhada yang gugur dalam perang Yamamah.

Sementara itu, sahabat Umar telah datang kepadaku dan berkata: pertempuran Yamamah telah mengakibatkan banyaknya penghafal Al-Qur’an yang gugur. Saya khawatir akan akan bergugurnya para pengahfal yang lain dalam peperangan-peperangan lain sehingga banyak bagian Al-Qur’an yang hilang.

Saya sarankan anda untuk memerintahkan pengumpulan Al-Qur’an. Kemudian aku berkata kepada Umar “Bagaimana mungkin aku malakukan sesuatu yang Rasulullah tidak pernah melakukan?” Umar berkata: Demi Allah ini merupakan hal yang baik. Umar terus mendesak untuk melakukan hal tersebut, sampai akhirnya Allah Swt. ,elapangkan hatiku dan juga menyambut baik pendapat Umar.”

Selanjutnya Zaid berkata: “Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku “Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas dan aku tidak meragukan kemampuanmu. Kamu dului merepukan penulisa wahyu untuk Rasulullah saw., sekarang telusuri jejak Al-Qur’an dan kumpulkanlah dalam satu mushaf.

Zaid menjawab “Demi Allah, seandainya aku disuruh memindahkan gunung, maka pekerjaan ini tidak lebih berat dari pada perintah yang dibebankan kepadaku (mengumpulkan Al-Qurt’an). Lalu zaid berkata: Kenapa anda berdua (Abu Bakar dan Umar) melakukan sesuatau yang Rasulullah tidak pernah melakukan? Abu Bakar menjawab : Demi Allah itu adalah pekerjaaan yang baik. Setelah berulangkali Abu Bakar mendesakku, akhirnya Allah Swt., melapangkan hatiku sebagaimanna dilapangkannya hati Abu Bakar dan Umar .

Kemudian Zaid bin Tsabit menelaah Al-Qur’an yang tertulis seperti terletak di atas pelepah kurma, batu-batu tulis, dan juga yang tersimpan dalam dada-dada para sahabat atau yang disebut dengan hafalan para sahabat. Setelah itu dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit dan akhirnya ia menemukan dua ayat bagian akhir surah at-Taubah pada catatan Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak didapatkan pada orang lain yaitu at-Taubah ayat 128-129.

Pada saat menjalankan tugasnya, Zaid mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh Abu Bakar dan Umar yaitu mengumpulkan Al-Qur’an dengan kehati-hatian dan tingkat akurat yang sangat tinggi. Yaitu tidak hanya bersumber dari hafalan dan catatan yang telah dibuat oleh Zaid sendiri, akan tetapi harus berasal dari dua sumber yaitu:

  • Tulisan atau catatan yang pernah dibuat pada zaman Rasulullah
  • Hafalan para sahabat yang setiap sumber harus disertakan atau dikuatkan dengan dua orang saksi yang dapat dipercaya.

Zaid bin Tsabit akhirnya berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hingga tersusunlah sebuah mushaf dengan tingkat akurasi yang tinggi dari sumber mutawatir dan diterima oleh umat Islam secara ijma’. Dan apabila terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang telah di nasakh maka tidak lagi dituliskan.

Ayat-ayat tersebut diurutkan dengan cermat sesuai petunjuk Nabi Muhammad SAW, namun surah-surahnya belum tersusun secara keseluruhan.

Demikianlah mushaf yang telah tersusun atas prakarsa atau ide dari khalifah Umar bin Khatab dan atas bimbingan khalifah Abu Bakar yang memerintahkan tugas mulia kepada Zaid untuk menghimpun lembaran-lembaran Al-Qur’an dan bantuan dari para sahabat.

Mushaf tersebut disimpan oleh Khalifah Abu Bakar. Ketika Abu Bakar wafat, mushaf itu berpindah ke tangan Umar, dan setelah Umar meninggal, mushaf dijaga oleh Hafshah.

Upaya kodifikasi Al-Qur’an ini tidak berhenti pada masa Khalifah Abu Bakar saja, tetapi berlanjut hingga masa Khalifah Utsman bin Affan, yang dikenal sebagai upaya kodifikasi Al-Qur’an yang kedua.

Penulis: Wachyu Ambarwati

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan