Apa Itu Quarter Life Crisis?

Quarter life crisis merupakan krisis yang dialami oleh orang-orang berusia sekitar seperempat abad dalam upaya mencari nilai diri dengan menerima kekurangan, memaksimalkan kelebihan, mendewasakan pikiran, dan memanfaatkan setiap peluang yang datang.

Fase ini menjadi tantangan untuk menguji kekuatan bahu dalam menghadapi krisis emosional yang menimpa generasi milenial, memperbandingkan hidup mereka dengan orang lain.

Sebagai manusia biasa, mengalami fase quarter life crisis bukanlah suatu kekurangan, dan merupakan hal yang wajar. Perasaan cemas, minder, bingung, takut, sedih, bimbang, bahkan depresi, sebenarnya hanya perlu diminimalisir dengan adanya solusi.

Kondisi ini jika berlarut-larut dialami, maka akan berdampak pada kesehatan mental seseorang. Mereka menganggap diri mereka tidak cukup mampu bersaing dengan orang-orang sebayanya.

Hal ini tidak jauh dari faktor media sosial yang terus-menerus menampilkan sesuatu yang mampu menjadikan seseorang sebagai perbandingan hidupnya.

Quarter Life Crisis Timbul Akibat Ekspektasi?

Solusi Al-Qur’an Dalam Menyikapi Quarter Life Crisis

Istilah ekspektasi dalam Islam dikenal dengan sebutan ẓann, yang artinya sangka. Kemudian ẓann atau sangka ini terbagi menjadi dua, yakni ḥusnuẓan (berbaik sangka) dan sū’uẓan (berburuk sangka). Kedua ẓann ini tidak hanya diberlakukan pada hubungan antar manusia, namun juga hubungan manusia dengan Allah. Amat penting bagi manusia untuk selalu berbaik sangka kepada-Nya. Seperti hadis qudsi berikut:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي ، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman: ‘Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku, jika mereka berprasangka baik kepada-Ku maka dari kebaikan itu adalah baginya, jika ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dari keburukan itu adalah baginya.'” (Muttafaqun ‘alaih)

Syaikh Ali bin Sulthan Muhammad, dalam kitab Mirqāh al-Mafātīḥ Syaraḥ Misykāh al-Maṣābīḥ, menjelaskan bahwa manusia hendaknya tidak berprasangka buruk kepada Allah, kecuali prasangka baik.

Hal ini dapat dilakukan dengan bersandar pada keutamaan-Nya, yakin akan janji-Nya, dan meyakini bahwa apa yang diinginkan oleh manusia adalah milik Allah. Sehingga, apabila meminta sesuatu, pasti Allah berikan. Dengan keterbatasan akal, pemberian dari-Nya dari apa yang manusia minta adalah bukan seperti yang ia bayangkan.

Somad (2020), dalam artikel penelitiannya berjudul “Psikologi Sosial dan Quarter Life Crisis: Perspektif Psikologi Islam dan Solusinya”, mengatakan bahwa prasangka kita kepada Allah memberikan pengaruh terhadap bagaimana Allah “tampak” pada kita dan bagaimana kita akan memaknai sesuatu.

Sebagaimana halnya konsep self-fulfilling prophecy, ekspektasi memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang untuk menuntut dirinya melunasi ekspektasi tersebut.

Tanggapan Al-Qur’an Terhadap Fenomena Quarter Life Crisis

Dikatakan dalam Al-Qur’an surah Az-Zumar [39]: 53 berikut:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Mafātiḥ al-Ghaib, menjelaskan bahwa ayat ini merupakan bukti rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Tak pandang bulu siapapun itu, baik yang taat maupun pendosa. Siapapun yang telah berbuat dosa maupun kesalahan, agar tidak berputus asa dari dekapan kasih sayang-Nya.

Seseorang yang merasa tertinggal dengan pencapaian orang lain, tidak perlu khawatir dan putus asa dengan meyakinkan diri bahwa Rahmat Allah begitu luas. Allah Maha Pengampun atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan.

Begitu pula dijelaskan pada Q.S. Al-Baqarah [2]: 277 berikut:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Menghadapi Quarter Life Crisis

Permasalahan yang perlu dibenahi adalah iman diri masing-masing. Semakin memiliki kepercayaan bahwa Allah selalu memiliki jalan keluar bagi hamba-Nya, dan kehidupan kita terjamin oleh-Nya, maka perasaan cemas dan khawatir terhadap kehidupan akan terminimalisir.

Dalam tafsir al-Sam’ani, pada ayat tersebut khouf dimaknai dengan perasaan cemas disebabkan oleh ekspektasi yang dipaksakan.

Sementara khuzn dimaknai dengan perasaan sementara yang timbul dalam hati. Jadi, seseorang yang memiliki keimanan yang kuat, tidak terlalu mencemaskan hidup dan bersedih hati atas ketidaksesuaian keinginannya dengan realitas yang terjadi. Ia yakin bahwa Allah sebaik-baik penentu takdir.

Dari kedua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa berputus asa sebelum mencoba adalah suatu tindakan yang perlu dihindari. Sebagaimana dengan fenomena quarter life crisis, solusinya adalah menanamkan diri untuk selalu optimis dan berbaik sangka kepada Allah, bahwa rencana-Nya selalu baik dan menyimpan hikmah di dalamnya. Selama kita meyakini hal tersebut, maka perasaan khawatir, takut, bimbang, dan cemas akan berkurang.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan