SANTRIDIGITAL.ID, Peran Santri dalam Revolusi Mental dan Pembangunan Karakter Bangsa 211; Revolusi mental menjadi salah satu isu utama di Indonesia, namun krisis karakter bangsa masih belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Wacana yang digagas Presiden Jokowi belum sepenuhnya terwujud. Untuk membangun Indonesia yang berkarakter dan mandiri, revolusi mental harus menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat.
Seorang seniman dalam kelompok diskusi terfokus menyebutkan bahwa peradaban Indonesia sedang terhenti.
Krisis Karakter yang Mendesak untuk Ditangani
Kelompok Kerja Revolusi Mental Rumah Transisi mengidentifikasi beberapa gejala krisis yang memerlukan perubahan mental secara revolusioner:
1. Krisis nilai dan karakter
2. Krisis pemerintahan: pemerintah ada tapi tidak hadir, masyarakat menjadi objek pembangunan
3 25719" data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true"> . Krisis relasi sosial: meningkatnya intoleransi
Santri sebagai Agen Perubahan dalam Pembangunan Karakter Bangsa
Revolusi mental berkaitan erat dengan pembangunan karakter bangsa, dan di sinilah peran penting para pemuda sebagai agen perubahan. Santri, yang merupakan pemuda terpelajar dengan nilai-nilai religius dan pendidikan mendalam, memainkan peran krusial dalam proses ini.
Pendidikan pesantren mencakup penanaman agama, perbaikan moral, dan pembentukan karakter santri. Rutinitas pesantren melibatkan pembentukan karakter seperti tanggap menghadapi masalah, tanggung jawab, gotong royong, toleransi, dan saling menghargai.
Santri diharapkan menjadi tonggak awal pembangunan karakter dan moral bangsa, serta generasi emas yang siap berperan aktif dalam masyarakat. Pendidikan pesantren bertujuan untuk melahirkan generasi yang cakap dan kompeten, menjadikan bibit santri sebagai jaminan masa depan bangsa Indonesia.
Karakter Bangsa dan Pendidikan Karakter
Mengacu pada tulisan Naufal Ardiansyah, Gus Dur menekankan pentingnya diagnosis penyakit bangsa dimulai dari karakter bangsa itu sendiri. Banyak karakter manusia Indonesia yang perlu diperbaiki, seperti iri hati, picik, serta kurangnya solidaritas untuk tujuan bersama.
Selain itu, masyarakat cenderung mencari solusi instan, melupakan proses dan kerja keras, serta percaya pada klenik dan sulit menerima kekalahan.
Sejak 2011, Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan 18 prinsip pendidikan karakter bangsa:
- Religius
- Jujur
- Toleransi
- Disiplin
- Kerja Keras
- Kreatif
- Mandiri
- Demokratis
- Rasa Ingin Tahu
- Semangat Kebangsaan
- Cinta Tanah Air
- Menghargai Prestasi
- Bersahabat/Komunikatif
- Cinta Damai
- Gemar Membaca
- Peduli Lingkungan
- Peduli Sosial
- Tanggung Jawab
Pendidikan pesantren telah menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kegiatan sehari-hari, seperti kewajiban sholat berjamaah, ketepatan waktu, dan peduli lingkungan, sesuai cita-cita kyai untuk melahirkan generasi yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta membangun bangsa dengan nasionalisme tinggi.
Santri sebagai Pilar Revolusi Mental
Gus Mus menyatakan bahwa santri melihat tanah air sebagai rumah dan berkomitmen untuk menjaganya. Ajaran hubbulwathon di pesantren menunjukkan bahwa santri memiliki rasa tanggung jawab sebagai bangsa Indonesia. Ini diwujudkan dalam dukungan terhadap revolusi mental dan pembangunan karakter bangsa.
K.H. Abdul Aziz Manshur mengingatkan bahwa santri harus menjadi “paku” yang menyatukan masyarakat meskipun tidak terlihat. Penyatuan masyarakat merupakan bentuk kerja sama semua lapisan masyarakat dalam membangun Indonesia yang mandiri dan berkarakter.
Yudi Latif, pengamat politik, menegaskan bahwa melibatkan berbagai agen sosial, termasuk santri, sangat penting dalam merealisasikan revolusi mental.
Santri, sebagai benteng pertahanan moral bangsa, berperan penting dalam menguatkan karakter bangsa untuk menjalankan revolusi mental. Oleh karena itu, santri harus memulai perjuangan mereka sejak dini dalam mengawali gerakan revolusi mental.
Itulah artikel singkat tentang Peran Santri dalam Revolusi Mental dan Pembangunan Karakter Bangsa. Semoga artikel kali ini bermanfaat bagi teman-teman yang membacanya.